Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ukrida.ac.id//handle/123456789/3073
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.author | F. Assa, Adrie | - |
dc.date.accessioned | 2024-07-04T02:48:24Z | - |
dc.date.available | 2024-07-04T02:48:24Z | - |
dc.date.issued | 2023-07-01 | - |
dc.identifier.issn | 978-979-8396-63-2 | - |
dc.identifier.uri | http://repository.ukrida.ac.id//handle/123456789/3073 | - |
dc.description | Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit | en_US |
dc.description.abstract | PENGANTAR PENULIS (Edisi Revisi dan Cetakan Kedua) Perkembangan zaman yang kian pesat berdampak langsung pada arah hidup manusia yang di dalamnya terdapat persaingan global yang terbuka dan memung- kinkan munculnya tantangan tersendiri dalam berbagai kevel kehidupan manusia. Untuk menjawabi berbagai tantangan ini, perlu adanya sebuah perubahan yang dilakukan oleh yang berkepentingan yang dianggap sebagai ujung tombak yang terus saja melahirkan generasi-generasi baru dan handal yang terus men- jadi bagian penting dalam dunia kepemimpinan (leadership). Kepemimpinan yang berkhrakter dan visioner merupakan kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan dan mengkomunikasikan serta mengimplementasikan pemikiran- penikiran ideal yang berasal dari dirinya atau hasil interaksi sosial di antara anggota organisasi dan stakeholders. Yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua orang sebagai personil haruslah benar-benar diusahakan perwujudannya. Dan hal itu terkait langsung dengan kepemimpinan dan digitalisasi. Oleh karena itu, terpikirkan oleh penulis untuk melenkapi buku pertama dengan topik yang tetap reevan dewasa ini. Dalam cetakan kedua yang merupakan bagian penting dan masih adanya penyatuan dengan edisi pertama. Pada bagian edisi kedua ini ada satu bagian penting yang ditambahkan adalah pada Bab XVI temtang Digitalisasi Kepemim- pinan Dewasa ini. Bahwa dewasa ini, peran teknologi informasi sangat spesifik yakni tidak lagi sekedar sebagai alat tambahan namun sudah menjadi alat yang wajib ada untuk menjamin kelancaran operasional dalam proses kepemimpinan. Hal ini mendorong perubahan kepemimpinan di era digital. Perusahaan membutuh- kan digital leadership yang berorientasi pada inovasi dan kreativitas dengan tujuan menjaga daya saing yang menjawab secara langsung perubahan kepemimpinan yang tidak pernah lekang oleh waktu. Secara factual; Leadership digital dipahami sebagai sesuatu yang modern. Saat berbicara tentang digital leadership, mungkin tidak sedikit yang langsung terbayang pada sosok para pemimpin atau CEO perusahaan teknologi. Leadership digital dipahami sebagai sesuatu yang modern. Saat berbicara tentang digital leadership, mungkin tidak sedikit yang langsung terbayang pada sosok para pemimpin atau CEO perusahaan teknologi. Dengan kata lain, secara langsung, digital leadership memiliki peran kunci dan mengambil posisi terdepan dalam hal kepemimpinan di era digital. Kemampuan digital leadership memungkinkan seorang pemimpin untuk memanfaatkan teknologi dan data untuk memimpin sebuah perusahaan secara permanen. Atau lebih dari itu dikatakan bahwa digital leadership banyak memanfaatkan data dalam pengambilan keputusan. Meski masukan dari ahli dan orang-orang terpercaya masih digunakan, basisnya tetap pada data. Itulah yang membuat perusahaan dengan digital leadership mampu mengambil keputusan lebih baik. Pemahaman yang dibahas secara khas dan inovatif serta memiliki makna baru dalam bagian tambahan yang penting dalam buku ini yakni tentang Heroic Leadership, yang dibahas secara gamblang bahwa dalam sebuah kepemimpinan selalu mendasarkan layanan pada peluang bukan pada definisi-definisi sempit, di mana dalam Heroic Leadership digambarkan bahwa pola hidup seorang Yesuit (hidup membiara) dalam aktifitas pelayanan dan pengabdian dilihat sebagai praktek terbaik dalam proses kepemimpinan. Gambaran seorang Yesuit untuk taat setia kepada seorang pemimpin utama yakni Paus di Vatikan. Gambaran itu terlihat secara jelas dalam: “Para Yesuit yang bersama-sama Loyola mendirikan Serikat Yesus menjamin sikap responsif yang cepat dengan bersumpah untuk serta-merta bergerak cepat atas permintaan Paus, ‘tanpa berdalih apa pun... ke daerah mana pun Beliau (dalam hal ini Paus) mau mengutus kita... entah di tengah orang beriman ataupun yang tidak beriman.’ Dengan secara eksplisit menempatkan diri setiap orang, siap untuk menaati Paus dengan setia. Mereka (para Yesuit) membuat diri mereka tidak mungkin berpaling dari kewajiban itu dan karenanya memperkuat fleksibilitas yang mereka miliki dalam hidup membiara. Suka tidak suka, jika Paus datang mengetuk, mereka terikat dan siap untuk menjalankan tugas-tugas kebiaraan. Secara prinsipiil sebagai seorang heroic leadership seperti dikatakan oleh Profesor Harvard Business School John Kotter, memiliki berbagai tugas mayor yang perlu menjadi pegangan utama yakni: Pertama, menentukan arah: membangun visi tentang masa depan, memadukan orang: yakni mengkomuni- kasikan arah yang akan ditempuh dengan kata-kata dan perbuatan kepada semua pihak yang mungkin diperlukan kerja samanya untuk mempengaruhi tercipta- nya tim-tim dan koalisi-koalisi yang memahami visi dan strategi serta menerima validitasnya. Kedua, memotivasi dan memberi inspirasi: menyemangati orang untuk mengatasi hambatan-hambatan besar politis, birokratis, dan sumber daya untuk berubah dengan memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusiawi yang mendasar namun sering tak terpenuhi. Ketiga, membuat perubahan, yang seringkali mencapai tingkatan dramatis. Dengan perkataan lain, pemimpin mencari tahu ke mana kita harus melangkah, menunjukkan arah yang benar, membuat kita sepakat bahwa kita perlu sampai ke sana, dan menyatukan kita untuk melewati rintangan-rintangan tak terhindari yang memisahkan kita dari tanah terjanji yakni tujuan yang mau dicapai. Pada akhirnya, nilai-nilai pemimpin membuat hidupnya terasa “padu-menyatu” dalam sebuah dunia yang kompleks. Pemimpin dapat dikenali oleh dirinya sendiri dan orang- orang lain sebagai pribadi yang sama, yang disemangati oleh prinsip-prinsip yang sama, di rumah dan di tempat kerja. Kepemimpinan personal bukanlah sebuah tas tenteng penuh dengan seribu satu trik dan taktik yang berlain-lainan. Jauh dari itu, kepemimpinan adalah sebuah cara hidup tempat strategi-strategi dan prinsip-prinsip hidup yang pokok saling memperkuat. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan di mana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Fungsi orang yang dipimpin (anggota kelompok/organisasi) hanyalah melaksanakan perintah. Inisi- atif tentang segala sesuatu yang ada kaitannya dengan perintah itu, sepenuhnya merupakan fungsi pemimpin. Fungsi ini berarti juga keputusan yang ditetapkan pimpinan tidak akan ada artinya tanpa kemampuan mewujudkan atau menterjemahkannya menjadi instruksi/ perintah. Intinya adalah kemampuan pimpinan menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari keputusan yang telah ditetapkannya. Dalam, konteks Indonesia: Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan menggerakkan dan memotivasi orang lain agar melaksanakan perintah. Untuk itu perintah harus jelas, baik mengenai apa yang harus dikerjakan (isi perintah) maupun dari segi bahasa sesuai dengan tingkat kemampuan orang yang menerima dan harus melaksanakannya. Dalam kondisi tingkat kemampuan pelaksana dinilai rendah, maka harus jelas pula dalam menyampaikan cara melaksanakannya, waktu pelaksanaannya dan di mana/tempat melaksanakan perintah tersebut. Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut di atas diselenggarakan di dalam aktivitas kepemimpinan secara integral, dalam pelaksanaannya sebagai berikut: Pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja menjadi keputusan-keputusan yang konkrit untuk dilaksanakan, sesuai dengan prioritasnya masing-masing. Pemimpin harus mampu menterjemahkan keputusan-keputusannya menjadi instruksi-instruksi yang jelas, sesuai dengan kemampuan anggota yang akan melaksanakannya. Setiap anggota harus mengetahui dari siapa instruksi diterima dan kepada siapa mempertanggungjawakan hasilnya. Pemimpin harus berusaha mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat, baik secara perseorangan maupun kelompok-kelompok kecil. Pemimpin harus mampu menghargai gagasan, pendapat, saran, kritik, inisiatif, dan kreativitas anggotanya sebagai wujud dari partisipasinya. Usaha mengembangkan partisipasi anggota tidak sekedar ikut aktif dalam melaksanakan instruksi, tetapi juga dalam memberikan informasi dan masukan untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi pemimpin dalam membuat atau memperbaiki keputusan-keputusan. Pemimpin semestinya mengembangkan kerja sama yang harmonis, sehingga setiap anggota mengerjakan apa yang harus dikerjakannya, dan bekerja sama dalam mengerjakan sesuatu yang memerlukan kebersamaan. Pemimpin mampu memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap kemampuan, prestasi atau kelebihan yang dimiliki setiap anggota kelompok/ organisasinya. Dengan demikian akan tumbuh rasa percaya diri yang positif, diiringi dengan tumbuhnya kemampuan untuk mengakui dan menghargai kelebihan dan prestasi orang lain. Pemimpin harus membantu dalam mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan mengambil keputusan sesuai dengan batas tanggung jawab masing- masing. Setiap anggota harus didorong agar tumbuh menjadi orang yang mampu menyelesaikan masalah-masalahnya, dengan menghindari ketergantungan yang berlebih-lebihan pada pemimpin atau orang lain. Setiap anggota harus dibina agar tidak menjadi orang yang selalu menunggu perintah, sehingga tidak bekerja jika tidak diperintah. Pemimpin berupaya menumbuhkan dan mengembangkan kesediaan dan kemampuan memikul tanggung jawab. Setiap anggota kelompok harus didorong agar berusaha mewujudkan tugas dan tanggung jawabnya secara baik dan benar. Pmempin harus mampu mendayagunakan pengawasan sebagai alat pengendalian dan untuk meningkatkan prestasi yang dapat berdampak positif pada pengembangan karier. Hasil-hasil pengawasan harus dijadikan bahan dalam memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk kerja. Dengan demikian dapat diharapkan setiap anggota akan bergairah dalam meningkatkan produktivitas kerjanya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pengawasan tidak boleh dijadikan alat yang menimbulkan rasa takut, yang dapat berakibat selalu berusaha menyembunyikan keadaan sebenarnya mengenai proses dan hasil kerja yang dilaksanakannya. | en_US |
dc.description.sponsorship | Penulis : Adrie Frans Assa Editor : Eben Ezer Desain cover : Ukrida Press | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.publisher | Ukrida Press | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 2; | - |
dc.subject | Kepemimpinan Sains | en_US |
dc.subject | Kepemimpinan Kontemporer | en_US |
dc.title | KEPEMIMPINAN SAINS DAN KONTEMPORER : Penelusuran Sebuah Gagasan Edisi Kedua | en_US |
dc.title.alternative | Edisi Kedua | en_US |
dc.type | Buku | en_US |
Appears in Collections: | Journal |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
KEPEMIMPINAN SAINS DAN KONTEMPORER.pdf | KEPEMIMPINAN SAINS DAN KONTEMPORER | 6.62 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in UKRIDA Repository are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.